Ventilasi Mekanis pada Pasien Cedera Otak Traumatik dengan Gagal Nafas

M. Helmi, Diederik Gomers

Abstract


Gagal nafas dapat terjadi secara mandiri atau dapat pula sebagai akibat dari cedera kepala. Pada kondisi dimana kedua hal tersebut terjadi secara bersamaan, pengeloaaan ventilasi mekanis menjadi lebih rumit, karena penatalaksaaan respisari dapat mempengaruhi fugsi serebral, dan sebaliknya. Penatalaksanaan mode ventilasi mekanins, termasuk besarnya volume tidal, pola ventilasi, oksigenasi dan positive end expiratory pressure (PEEP) tewlah diketahui berperan terhadap perubahan tekanan intracranial, sehingga harus disesuaikan untuk paisen ini. Disarankan untuk menggunakan strategi ventilasi mekanis dengan volume tidal rendah dan frekuensi nafas tinggi/ (hiperventilasi) untuk menjaga volume semenit yang adekuat dan menurunkan PaCO2. Hiperventilasi dianjurkansebagai salah satu cara  untuk mencegah ischemia demi mencegah rendahnya nilai aliran darah otak pada periode 24 jam pertama setelah omset trauma. Hanya saja, sampai saat ini belum ada ketetapan mengenai nilai optomal PEEP yang disarankan untuk pasien dengan cedera otak traumatik ini. Dalam hal ini disarankan mencari nilai PEEp minimal yang masih dapat mencegah kolpas alveoli, tetapi tidak mengganggu hemodinamik. Lebih lanjut lagi telah ada beberapa laporan kebersihan dari penggunaan tehnik ventilasi mekanis mutakhir seperti HFOV, pECLA dan ECMO. Tinjauan pustakan iniu akan memaparkan informasi  penatalaksanaan pasien dengan kondisi ini.


Mechanical Ventilation for Traumatic Brain Injured Patients with Respiratory Failure

Respiratory failure can occur independently or due to brain injury. The management of mechanical ventilation in these patients became more complicated when both together are occurred. This is due to the management of respiratory may be effected by cerebral function, and vice versa. Ventilation modes, which include the amount of given tidal volume, ventilation pattern, oxygenation and positive end expiratory pressure (PEEP) have been well known to contribute in the changes of intracranial pressure. It is advise to perform hyperventilation with low tidal volume in order to keep an adequate minute ventilation and reduced PaCO2. Hyperventilation is suggested to prevent ischemia by preventing the reduction of cerebral blood flow during the first 24 hours after the onset of trauma. Unfortunately, there  is still no evidence of the best PEEP to be used in this patient. Therefore, it is advised to find the minimum PEEP, which prevents collapsed alveoli, with less hemodynamic effects. Furthermore, there are several successful reports in the use of advances mechanical ventilation techniques in these patients, such as HFOV, pECLA and ECMO. This review will inform the management of mechanical ventilation for brain injured patients with respiratory failure.


Keywords


Gagal nafas; cedera kepala; ventilasi mekanisrespiratory failure; brain injury; mechanical ventilation

Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.24244/jni.vol2i1.191

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


                                    

 

JNI is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License